Monday, May 27, 2013

Cukup berukhuwahkah aku?

Bismillahirrahmanirrahim

Serendah-rendah ukhuwah adalah berlapang dada dan setinggi-tinggi ukhuwah adalah itsar. (mendahulukan orang lain daripada diri sendiri)

Demikianlah kata Hasan Al-Banna. Daripada mana perkataan itsar itu diambil? JOM! buka Al-Quran.
"Dan orang-orang (Ansaar) yang mendiami negeri (Madinah) serta beriman sebelum mereka, mengasihi orang-orang yang berhijrah ke negeri mereka, dan tidak ada pula dalam hati mereka perasaan berhajatkan apa yang telah diberi kepada orang-orang yang berhijrah itu dan mereka juga mengutamakan orang-orang yang berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan dan sangat-sangat berhajat. Dan (ingatlah), sesiapa yang menjaga serta memelihara dirinya daripada dipengaruhi oleh tabiat bakhilnya, maka merekalah orang-orang yang berjaya."  
[Al-Hasyr ; 59:9]

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ   - mengutamakan orang lain di atas diri mereka sendiri.  Allah mengajar kita bagaimana ingin berhubung dengan manusia, dan bagaimana ingin berkasih sayang sesama kita.

Tak perlu melihat jauh untuk memahami dan mencari contoh bagaimana ingin mempraktikkannya dalam kehidupan seharian kita. Lihat sahaja kisah golongan Muhajirin dan Ansar, dan bagaimana mereka berinteraksi sesama mereka. Kita pasti dapat melihat manifestasi iman dan ukhuwah dalam setiap inci kehidupan mereka. 

Mahu satu contoh? Baik, JOM! kita baca kisah seorang sahabat ini.

KETIKA SALMAN AL-FARISI DITOLAK LAMARANNYA

Salman al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang Khandaq.

Berikut ini adalah sebuah kisah yang sangat menyentuh hati dari seorang Salman Al Farisi: tentang pemahamannya atas hakikat cinta kepada perempuan dan kebesaran hati dalam persahabatan.

Salman Al Farisi sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mu’minah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai pacar. Tetapi sebagai sebuah pilihan untuk menambatkan cinta dan membangun rumah tangga dalam ikatan suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah, pelamaran.

Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.”

Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan puterinya.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Keterusterangan yang di luar kiraan kedua sahabat tersebut. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran. Ya, bagaimanapun Salman memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.

Namun mari kita lihat apa reaksi Salman, sahabat yang mulia ini:

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi. Ia begitu faham bahwa cinta, betapapun besarnya, kepada seorang wanita tidaklah serta merta memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Ia juga sangat faham akan arti persahabatan sejati. Apalagi Abu Darda’ telah dipersaudarakan oleh Rasulullaah saw dengannya. Bukanlah seorang saudara jika ia tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Bukanlah saudara jika ia merasa dengki atas kebahagiaan dan nikmat atas saudaranya.

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari]

[Sumber : Islamedia]


Ini adalah satu daripada banyak kisah sahabat yang melebihkan sahabat lain atas nama Islam, Iman dan cinta. Cinta kerana Allah. 

Selamat mencari cinta yang hakiki!

Monday, May 20, 2013

Put yourself in MY shoes!

Bismillahirrahmanirrahim


Pernah tak kita dengar "what goes around comes around" , hukum karma dan apa-apa yang sewaktu dengannya?

Pernah tak kita nak berbuat sesuatu tetapi tidak mendapat kerjasama manusia-manusia lain di sekeliling kita?

Pernah tak kita terfikir nak kata "for once, put yourself in my shoes" dan apa-apa sahaja yang meminta empati manusia lain?

Kalau jawapannya pernah, JOM! tengok apa Rasulullah saw kata tentang hal ini.


Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: 

Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.  
Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat 
Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. 
[HR Muslim] 


Hebatkan psikologi yang Rasulullah saw guna untuk buat kita berfikir dan untuk memotivasikan kita untuk membantu saudara-saudara kita? Tentu sahaja dengan petunjuk daripada Allah.

Rasulullah saw menjanjikan pertolongan Allah kepada mereka yang menolong saudaranya.
Allah - Sang Pencipta, Sang Penguasa dan Pengatur perjalanan alam ini sehingga akhir zaman. Tiada apa yang terlepas daripada perhitunganNya.

Tentu sahaja kebaikan yang kita buat akan kembali kepada kita, kerana Allah yang mengaturkannya begitu.

Tak cukup termotivasi lagi? Takpe, JOM! tengok satu lagi hadith.


Dari Ibnu Umar RA bahwasanya ada seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, 
Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai Allah SWTDan apakah amalan yang paling dicintai Allah SWT?”  
Baginda SAW menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah  orang yang paling memberi manfaat kepada sesama manusia. 
Adapun amalan yang paling dicintai Allah SWT adalah engkau menggembirakan hati seorang muslim, atau engkau menghilangkan sebuah kesulitan hidupnya, atau engkau melunaskan hutangnya, atau engkau hilangkan kelaparannya.  
Sungguh aku berjalan untuk memenuhi kebutuhan seorang saudara muslim lebih aku senangi daripada aku beri’tikaf di masjid Madinah ini (masjid Nabawi) selama satu bulan penuh.” 

[HR Thabrani]


Hebatkan ganjaran daripada Allah yang Rasulullah saw janjikan kepada mereka yang memudahkan kehidupan saudaranya yang lain? yang menyelesaikan keperluan saudaranya yang lain?

Dunia akan lebih menggembirakan andai semua orang berusaha untuk memudahkan, dan inshaAllah semua urusan akan jadi lebih mudah. Dialah pemegang segala urusan, dan segala sesuatu itu amatlah mudah bagiNya.

Diberi situasi oleh Allah yang membuatkan diri ini berfikir, setiap orang pasti akan diberi situasi yang pernah dilalui oleh orang lain.

Sebagai contoh; survey untuk research PhD, kita mungkin rasa 10 minit masa kita sangat-sangat mahal untuk diinfakkan untuk membantu saudara kita menyelesaikan PhD nya,  namun, sedarlah, suatu hari nanti kita mungkin berada di tempatnya, dan pada saat itu, kita pasti mahu orang lain membantu kita menjalankan amanah tersebut dengan sebaiknya.

Wallahu a'lam



Other posts:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...